“Wajib Sertifikat Halal”Produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib memiliki sertifikat halal, kecuali produk yang berasal dari bahan yang diharamkan seperti babi atau alkohol. Untuk produk non-halal, pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan “tidak halal” pada kemasannya. Selain itu, pelaku usaha juga diwajibkan menerapkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) sebagai mekanisme untuk menjaga konsistensi kehalalan produk mereka. |
|||||||||||||||
Untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi konsumen Muslim di Indonesia, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024. Peraturan ini mengatur penyelenggaraan jaminan produk halal (JPH) sebagai bentuk pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Dalam konteks ini, pemerintah berupaya memastikan bahwa produk yang beredar di Indonesia, baik barang maupun jasa, memenuhi standar kehalalan sesuai syariat Islam.
Langkah ini juga bertujuan mendukung pertumbuhan industri halal di dalam negeri. Jaminan Produk Halal (JPH) adalah sistem yang memberikan kepastian hukum terkait kehalalan suatu produk. Hal ini dibuktikan melalui sertifikat halal yang diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Produk yang dimaksud mencakup barang dan jasa, seperti makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, barang pakai, hingga jasa tertentu yang digunakan oleh masyarakat. Prosesnya diatur melalui Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), yang memastikan seluruh tahapan produksi, mulai dari bahan baku hingga distribusi, mematuhi standar kehalalan. Produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib memiliki sertifikat halal, kecuali produk yang berasal dari bahan yang diharamkan seperti babi atau alkohol. Untuk produk non-halal, pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan “tidak halal” pada kemasannya. Selain itu, pelaku usaha juga diwajibkan menerapkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) sebagai mekanisme untuk menjaga konsistensi kehalalan produk mereka. Sertifikasi halal dikelola oleh tiga lembaga utama: 1.Lembaga Pemeriksa Halal (LPH):
2. BPJPH:
3. Majelis Ulama Indonesia (MUI):
Pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikat halal harus mengajukan permohonan secara tertulis melalui sistem elektronik yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Dalam pengajuan ini, pelaku usaha wajib: 1.Menyertakan berbagai dokumen yang diperlukan, antara lain:
Pelaku usaha juga harus menyampaikan informasi jika fasilitas produksi digunakan secara bersamaan untuk memproduksi produk halal dan non-halal. Dalam kasus ini, dokumen tambahan seperti prosedur pencucian fasilitas produksi juga harus dilampirkan. 2. Pemeriksaan Kelengkapan DokumenSetelah menerima permohonan, BPJPH akan melakukan pemeriksaan awal terhadap kelengkapan dokumen. Proses ini dilakukan dalam waktu maksimal 1 hari kerja sejak dokumen diterima. Jika dokumen dinyatakan tidak lengkap, BPJPH akan meminta pelaku usaha untuk melengkapi dokumen tersebut. Pelaku usaha diberi waktu tertentu untuk memenuhi persyaratan ini. Jika dokumen tetap tidak lengkap, permohonan sertifikasi halal dapat ditolak. 3. Penetapan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)Jika dokumen dinyatakan lengkap, BPJPH akan menunjuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap produk yang diajukan. Penunjukan LPH dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan:
Penetapan LPH ini dilakukan dalam waktu maksimal 1 hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap. 4. Pemeriksaan dan Pengujian ProdukLPH yang ditunjuk akan melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap produk yang diajukan. Tahapan ini meliputi:
Pelaku usaha wajib memberikan akses penuh kepada auditor halal selama proses pemeriksaan. Apabila hasil pemeriksaan memerlukan klarifikasi tambahan, pelaku usaha diberi waktu untuk melengkapi dokumen atau memberikan informasi tambahan. 5. Penetapan Kehalalan ProdukSetelah selesai melakukan pemeriksaan, LPH akan menyampaikan hasil pemeriksaan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Komite Fatwa Produk Halal. MUI kemudian akan mengadakan sidang fatwa halal untuk menetapkan kehalalan produk. Proses penetapan ini dilakukan dalam waktu maksimal 3 hari kerja sejak hasil pemeriksaan diterima. Jika MUI tidak dapat menetapkan kehalalan dalam batas waktu tersebut, tugas ini akan dialihkan ke Komite Fatwa Produk Halal. Komite ini memiliki waktu maksimal 2 hari kerja untuk menetapkan kehalalan produk. Hasil akhirnya berupa keputusan bahwa produk tersebut Halal atau Tidak Halal. 6. Penerbitan Sertifikat HalalSetelah penetapan kehalalan oleh MUI atau Komite Fatwa Produk Halal, BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal. Proses penerbitan ini dilakukan dalam waktu maksimal 1 hari kerja setelah keputusan kehalalan diterima. Sertifikat halal yang diterbitkan tetap berlaku sepanjang tidak ada perubahan pada komposisi bahan atau proses produksi. |
|||||||||||||||
|